Kelahiran bayi prematur dan berat badan rendah akan berisiko terkena radang paru-paru akut atau yang lebih dikenal dengan pneumonia.
Adapun penyebab utama pneumonia sebesar 50% oleh Streptococcus pneumoniae atau bakteri pneumokokus, dan 20% disebabkan oleh Haemophillus influenzae type B (Hib), selebihnya adalah virus dan penyebab lain.
Hal ini juga dibuktikan oleh berbagai penelitian lain yang memperkuat bahwa kematian anak karena pneumonia dikarenakan oleh dua bakteri pneumokokus dan Hib, yang juga menjadi penyebab utama penyakit meningitis. Karena bakteri terletak di bawah paru-paru, maka sulit mengambil spesimen bakteri itu untuk diidentifikasi.
Subuh juga mengatakan, ada beberapa kriteria anak yang berisiko tinggi mengidap penyakit ini. Anak dengan sistem pertahanan tubuh yang lemah, seperti anak dengan gizi buruk terutama lantaran tidak diberi ASI eksklusif, kekurangan vitamin A, dan menderita campak.
Sementara itu, menurut laporan UNICEF WHO 2006, Indonesia adalah negara dengan kejadian pneumoniakeenam terbesar di dunia. Di samping itu, Riset Kesehatan Dasar 2007 juga mencatat pneumonia sebagai salah satu penyebab kematian terbanyak.
Di dunia, penyakit yang sering diabaikan ini menjadi pembunuh nomor satu balita. Lebih dari dua juta balita meninggal dunia karenanya atau penyebab 1-5 kematian balita di seluruh dunia setiap tahunnya. Tak heran, menurunkan angka kematian balita sebagai salah satu akibat dari pneumonia menjadi target pencapaian Millenium Development Goals 1990–2015.
Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2ML) Kementrian Kesehatan RI Dr HM Subuh MPM menjelaskan Pneumonia merupakan proses radang akut pada jaringan paru (alveoli). Kondisi itu terjadi menyusul infeksi kuman dapat menyebabkan kematian jika paru-paru gagal menjalankan fungsinya untuk memasok oksigen bagi tubuh.
Para orangtua diharapkan lebih memperhatikan anak dengan kelahiran prematur. Pasalnya, risiko pneumonia juga meningkat pada anak yang lahir prematur atau dengan berat badan rendah.
"Sebab pada saat dilahirkan, bayi prematur belum berkembang sistem pertahanan tubuh dan pernapasannya sebaik anak yang lahir dengan berat badan baik dan cukup umur," kata Subuh.
Karenanya, apabila anak tidak mendapat rangkaian imunisasi yang lengkap, anak tidak memiliki kekebalan terhadap kuman-kuman penyebab pneumonia. Lepas dari itu, orangtua juga perlu mewaspadai paparan asap rokok dan polusi, terutama bila keluarga tinggal di lingkungan padat dengan kadar polusi tinggi.
”Selain itu dapat membuat anak terpapar zat yang membuat iritasi saluran napas dan mengganggu sistem pertahanan pada saluran napas,” kata Subuh lagi.
Kesulitan bernapas pada anak ditandai dengan napas yang cepat, hidung kembang-kempis, dan pada kasus pneumonia berat terlihat adanya tarikan dinding dada.
Pada bayi kurang dari dua bulan, gejala penyakit ini biasanya ditandai dengan tidak mau menyusu, kejang, kesadaran menurun, demam, dan napas menjadi lambat atau tidak teratur.
Ketua Respirologi UKK IDAI Dr Darmawan BS SpA (K) menuturkan, strategi kunci dalam mengendalikan pneumonia adalah menurunkan angka kelahiran bayi prematur atau bayi lahir dengan berat badan rendah, pemberian ASI eksklusif enam bulan, gizi cukup dan seimbang di semua usia anak, imunisasi (khususnya DPT, campak, Hib, dan IPD), dan yang tak kalah penting menciptakan lingkungan bebas asap dan polusi.
Gejala pneumonia bergantung pada usia dan kuman penyebab. Biasanya penyakit ini didahului gejala common cold yaitu demam, batuk, atau pilek.Gejala ini juga dapat diiringi dengan nyeri kepala dan hilangnya nafsu makan.
”Perkembangan selanjutnya timbul dua gejala utama lain, yaitu napas cepat dan kesulitan bernapas,” kata Dr I Boediman SpA (K).
Masalah pneumonia menjadi titik perhatian penuh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Organisasi profesi ini telah melakukan beberapa program untuk mencapai percepatan penanggulangan pneumonia. Di antaranya pada 2009 IDAI menyelenggarakan seminar bertujuan meningkatkan kesadaran petugas kesehatan, kader kesehatan, dan masyarakat terhadap penyakit ini.
Sementara tahun lalu pada peringatan World Pneumonia Day 2010 IDAI memfokuskan pada penyebaran informasi melalui media massa. Untuk program selanjutnya, IDAI berencana melakukan simposium mengenai pneumonia, baik untuk kalangan awam, dokter, maupun dokter spesialis anak di seluruh Indonesia.
Adapun penyebab utama pneumonia sebesar 50% oleh Streptococcus pneumoniae atau bakteri pneumokokus, dan 20% disebabkan oleh Haemophillus influenzae type B (Hib), selebihnya adalah virus dan penyebab lain.
Hal ini juga dibuktikan oleh berbagai penelitian lain yang memperkuat bahwa kematian anak karena pneumonia dikarenakan oleh dua bakteri pneumokokus dan Hib, yang juga menjadi penyebab utama penyakit meningitis. Karena bakteri terletak di bawah paru-paru, maka sulit mengambil spesimen bakteri itu untuk diidentifikasi.
Subuh juga mengatakan, ada beberapa kriteria anak yang berisiko tinggi mengidap penyakit ini. Anak dengan sistem pertahanan tubuh yang lemah, seperti anak dengan gizi buruk terutama lantaran tidak diberi ASI eksklusif, kekurangan vitamin A, dan menderita campak.
Sementara itu, menurut laporan UNICEF WHO 2006, Indonesia adalah negara dengan kejadian pneumoniakeenam terbesar di dunia. Di samping itu, Riset Kesehatan Dasar 2007 juga mencatat pneumonia sebagai salah satu penyebab kematian terbanyak.
Di dunia, penyakit yang sering diabaikan ini menjadi pembunuh nomor satu balita. Lebih dari dua juta balita meninggal dunia karenanya atau penyebab 1-5 kematian balita di seluruh dunia setiap tahunnya. Tak heran, menurunkan angka kematian balita sebagai salah satu akibat dari pneumonia menjadi target pencapaian Millenium Development Goals 1990–2015.
Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2ML) Kementrian Kesehatan RI Dr HM Subuh MPM menjelaskan Pneumonia merupakan proses radang akut pada jaringan paru (alveoli). Kondisi itu terjadi menyusul infeksi kuman dapat menyebabkan kematian jika paru-paru gagal menjalankan fungsinya untuk memasok oksigen bagi tubuh.
Para orangtua diharapkan lebih memperhatikan anak dengan kelahiran prematur. Pasalnya, risiko pneumonia juga meningkat pada anak yang lahir prematur atau dengan berat badan rendah.
"Sebab pada saat dilahirkan, bayi prematur belum berkembang sistem pertahanan tubuh dan pernapasannya sebaik anak yang lahir dengan berat badan baik dan cukup umur," kata Subuh.
Karenanya, apabila anak tidak mendapat rangkaian imunisasi yang lengkap, anak tidak memiliki kekebalan terhadap kuman-kuman penyebab pneumonia. Lepas dari itu, orangtua juga perlu mewaspadai paparan asap rokok dan polusi, terutama bila keluarga tinggal di lingkungan padat dengan kadar polusi tinggi.
”Selain itu dapat membuat anak terpapar zat yang membuat iritasi saluran napas dan mengganggu sistem pertahanan pada saluran napas,” kata Subuh lagi.
Kesulitan bernapas pada anak ditandai dengan napas yang cepat, hidung kembang-kempis, dan pada kasus pneumonia berat terlihat adanya tarikan dinding dada.
Pada bayi kurang dari dua bulan, gejala penyakit ini biasanya ditandai dengan tidak mau menyusu, kejang, kesadaran menurun, demam, dan napas menjadi lambat atau tidak teratur.
Ketua Respirologi UKK IDAI Dr Darmawan BS SpA (K) menuturkan, strategi kunci dalam mengendalikan pneumonia adalah menurunkan angka kelahiran bayi prematur atau bayi lahir dengan berat badan rendah, pemberian ASI eksklusif enam bulan, gizi cukup dan seimbang di semua usia anak, imunisasi (khususnya DPT, campak, Hib, dan IPD), dan yang tak kalah penting menciptakan lingkungan bebas asap dan polusi.
Gejala pneumonia bergantung pada usia dan kuman penyebab. Biasanya penyakit ini didahului gejala common cold yaitu demam, batuk, atau pilek.Gejala ini juga dapat diiringi dengan nyeri kepala dan hilangnya nafsu makan.
”Perkembangan selanjutnya timbul dua gejala utama lain, yaitu napas cepat dan kesulitan bernapas,” kata Dr I Boediman SpA (K).
Masalah pneumonia menjadi titik perhatian penuh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Organisasi profesi ini telah melakukan beberapa program untuk mencapai percepatan penanggulangan pneumonia. Di antaranya pada 2009 IDAI menyelenggarakan seminar bertujuan meningkatkan kesadaran petugas kesehatan, kader kesehatan, dan masyarakat terhadap penyakit ini.
Sementara tahun lalu pada peringatan World Pneumonia Day 2010 IDAI memfokuskan pada penyebaran informasi melalui media massa. Untuk program selanjutnya, IDAI berencana melakukan simposium mengenai pneumonia, baik untuk kalangan awam, dokter, maupun dokter spesialis anak di seluruh Indonesia.
Sumber : gayahidup.inilah.com