KOMPAS.com — Aspal bukan hanya buat jalan untuk kendaraan bermotor agar meluncur dengan mulus dan cepat. Ia juga digagas untuk mengumpulkan energi matahari atau surya. Energi itu selanjutnya diubah menjadi energi listrik yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.
Ide itu muncul karena aspal sering diterpa sinar matahari. Buktinya, kendati sudah malam, aspal masih tetap hangat. Keinginan memanfaatkan aspal untuk mengumpulkan energi makin besar karena ia ada di berbagai tempat!
Riset memanfaatkan aspal untuk mengumpulkan energi matahari pernah dicoba oleh Worcester Polytechnic Institute (WPI) di Worcester, Massachusetts, pada 2006.
Caranya, seperti yang dipaparkan oleh David A Todd, insinyur senior dan pelatih di CEI Engineering Associates, Inc, dalam buildipedia.com, energi panas dikumpulkan melalui panel surya yang ditaruh di bawah lapisan aspal. Selanjutnya, energi panas diubah menjadi listrik. Dijelaskan pula, titik optimal panas berada sekitar dua inci di bawah permukaan aspal.
Caranya, seperti yang dipaparkan oleh David A Todd, insinyur senior dan pelatih di CEI Engineering Associates, Inc, dalam buildipedia.com, energi panas dikumpulkan melalui panel surya yang ditaruh di bawah lapisan aspal. Selanjutnya, energi panas diubah menjadi listrik. Dijelaskan pula, titik optimal panas berada sekitar dua inci di bawah permukaan aspal.
Kendati ide tersebut dinilai jenius dan tampak sederhana, pewujudannya tidaklah mudah. Pertanyaan yang muncul, bagaimana proses perawatan, misalnya, jika kita ingin mengganti panel surya? Kalau aspal sering dibongkar, kondisi itu dipastikan mengganggu kelancaran lalu lintas.
Pertanyaan tersebut dilontarkan oleh Gregory W Perry, PE, Senior Project Engineer for Flower Mound, Texas, ketika WPI mengumumkan pengembangan ide tersebut pertama kali di simposium tahunan International Society for Asphalt Pavements di Zurich, Swiss.
Gregory malah kemudian melontarkan ide dan solusi. Menurutnya, sebaiknya pengumpulan energi ini dilakukan di tempat-tempat beraspal yang jarang digunakan. Misalnya, area yang jarang dipijak di pinggir landasan bandara, pusat perbelanjaan atau mal, dan trotoar.
“Tempat parkir juga bisa dimanfaatkan untuk hal ini. Aspalnya rusak karena panas ban dan mesin mobil plus matahari. Sayang, energi tersebut terbuang begitu saja,” ungkap Perry. Dia juga menjelaskan, jalan yang tidak bisa dimanfaatkan adalah tol dan jalanan di dalam kota yang padat.
Tiga lapis
Ide lebih ekstrem dilontarkan oleh Solar Roadways, sebuah perusahaan kecil di Sagle, Idaho. Pemiliknya, Scott dan Julie Burshaw, mengklaim sudah membuat protitipe pemanfaatan panas di jalan raya.
Tiga lapis
Ide lebih ekstrem dilontarkan oleh Solar Roadways, sebuah perusahaan kecil di Sagle, Idaho. Pemiliknya, Scott dan Julie Burshaw, mengklaim sudah membuat protitipe pemanfaatan panas di jalan raya.
Jalan raya versi Solar Roadways ini terdiri dari tiga lapis. Lapisan atas atau pertama, dinamai Roadway Surface Layer dengan permukaan tembus pandang (semacam plastik atau gelas) yang keras, padat, dan berkontur. Dengan demikian, sinar matahari bisa menembus ke bagian lapisan yang mengumpulkan energi panas.
Lapisan kedua, pengontrol panas yang diperoleh sekaligus memantau kualitas panel dan perangkat (memberi tahu bahwa sejumlah komponen sudah harus diganti). Sementara itu, lapisan ketiga atau dasar (paling bawah) adalah panel surya lengkap dengan mekanisme untuk meneruskan energi kepada pengguna.
Lebih mantap lagi, lapisan pertama dipasangi pula dengan LED sebagai marka atau pesan buat pemakai jalan. Tulisan "maju" atau "stop" bisa tertera di situ.
Sumber : otomotif.kompas.com